Fransiscus Go, Pemerhati Pendidikan & Ketenagakerjaan. Foto: dok pribadi untuk kosadata
Kedua, setelah lewat ASI eksklusif, bayi perlu mendapatkan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dengan gizi cukup. MP-ASI perlu memiliki kandungan protein hewani. Protein hewani yang bisa diberikan kepada balita tidak harus daging, tapi bisa berupa telur. Keluarga prasejahtera yang memiliki cukup lahan di rumah bisa diberdayakan untuk memelihara ayam dan bebek untuk memenuhi kebutuhan protein hewani keluarga. Pemeliharaan ayam dan bebek termasuk sederhana. Konsumsi protein hewani ini penting sebab menjadi salah satu faktor yang menurunkan risiko stunting.
Ketiga, ibu memiliki kesadaran untuk memeriksakan balita secara rutin di Posyandu dan Puskesmas. Pemeriksaan balita rutin ke Posyandu akan membantu petugas kesehatan memeriksa kesehatan dan menurunkan risiko stunting. Petugas kesehatan akan memberikan imunisasi dan memastikan tumbuh kembang bayi sesuai dengan usianya. Apabila petugas kesehatan menemukan gangguan tumbuh kembang, tentu bisa diatasi lebih awal. Ibu diharapkan membawa balita untuk mengikuti pemeriksaan secara rutin. Riwayat kesehatan bayi bisa diketahui melalui catatan petugas kesehatan dalam buku KIA (kesehatan ibu dan anak) atau KMS (kartu menuju sehat).
Keempat, jika balita telanjur terkena stunting maka orang tua harus menghubungi tenaga petugas gizi (TPG) yang berada di Puskesmas. Anak yang mengalami stunting harus mendapatkan bantuan MP-ASI tambahan untuk usia 6-23 bulan dan makanan tambahan (PMT Balita) untuk anak usia 2-5 tahun atau tambahan mikronutrien jika status gizi masih pada tahap ringan/sedang. Sebaliknya, apabila balita sudah mengalami gizi
Oseng-oseng Madun, Warung Betawi Sederhana, Terkenal se-Jagat Maya
KULINER Feb 25, 2023Sekjen PDIP Kembali Sindir PAN soal Isyarat Dukung Ganjar-Erick
POLITIK Mar 03, 2023Relawan Ganjar Pranowo Berikan Dukungan ke PDIP di Pilpres 2024
POLITIK Mar 09, 2023Tanpa Libatkan Demokrat dan PKS, Nasdem Tetapkan Cak Imin Jadi Cawapres Anies
POLITIK Aug 31, 2023
Comments 0